Nada4D Memiliki Cerita Cerpen Terkesan - Malam mulai terlarut, di saat kedengar deringan tidak lama. Bulan melihat ke meja kecil dari sisi tempat tidurnya, ambil telephone genggamnya. Ada pesan singkat dari Mega, teman akrabnya dari waktu kuliah. Pada umumnya, lemparan sejuta aduan. Dihelanya napas panjang. Di kepalanya sendiri persoalan lantas rasanya telah banyak. Tapi masih diresponnya, kendati pun semata-mata basa-basi saja. "Perkawinanku telah di ujung batasan. Saya tahu saya salah, saya menyesal. Saya mau coba melakukan perbaikan, tetapi Bayu awalnya tidak pernah ingin memberinya saya peluang," demikian bunyi pesannya. "Kau telephone saya saja lah.., tengah malas saya menulis," singkat, Bulan menjawab. Dia sendiri lagi repot menyiapkan draft replik perpisahannya dengan Surya. Ya, dia memang tidaklah pakai advokat untuk mengatur persoalannya ini. Sia-sia menyia-nyiakan uang untuk suatu hal yang sudah terburu jadi ampas serta betul-betul tidak ada fungsinya. Semua rasa genting dalam dianya sendiri, tapi deraan beberapa hal nampaknya gak berhenti-hentinya banyak yang datang, menambahkan sesak dada. Termasuk soal teman akrabnya ini, yang kayaknya hidupnya cuma diisi mengeluhkan saja, serta dia yang sering jadi tempat penampungannya. Seolah-olah tidak ada satu kesenanganpun yang pernah sebelumnya dikasihkan Tuhan untuk dirinya serta dunia ini cuman sarat dengan problematikanya saja. Selang berapa saat, meluncurlah kata-kata panjang tanpa ada titik koma dari suara di seberang. Nada Mega. Bulan cuman dapat memerhatikan sekilas, ambil pokoknya. Kepalanya udah sangat penuh buat simpan pelbagai kasus. Jangankan buat seseorang, buat diri sendiri saja sejumlah keluhan kepahitan hidupnya udah dibuangnya ke tong sampah. Gak mau dikenang kembali atau diucapkan. Disertai isak tangis, Mega menyampaikan apa yang dikehendaki darinya.
Nada 4D - "Kau tolonglah saya. Coba berbicara dengan Bayu, biar ia dapat terima saya kembali. Posisimu kan serupa dengannya, tersiksa. Kemungkinan ia dapat ambil pelajaran atas apa yang terjadi denganmu, hingga ia pengen kembali padaku untuk anak," pinta Mega memelas pada Bulan. Bulan menghela napas panjang. Disingkarkan sementara batu besar yang ibaratnya menindih pikirannya, berusaha memiliki empati. "Ok, kapan saya harus menjumpainya..??" bertanya Bulan pada Mega. "Esok malam. Saya kasih kau nomor telephone genggamnya. Tolong kontak ia selekas mungkin. Saya percayai masalah ini pada kamu," pasrah suara Mega kedengar. ***** Sore itu, di pojok sebuah café memiliki nuansa Italy. Bulan tunggu Bayu, menyesap satu gelas cappuccino dingin sembari matanya kadangkala sapu ke luar jendela. Empat potong shrimp bruschetta barusan dimintanya lantas udah habis dilahap. Akan tetapi gak pula dilihatnya pribadi yang dinanti-nantinya. Mulai jengkel Bulan, untunglah beberapa saat lalu pesan singkat dari Bayu masuk. "Telah dekat, ma'af barusan keluar kantor rada telat," demikian tuturnya. Selang seperempat jam selanjutnya, mereka juga udah duduk bertatapan. Bayu membeli minuman yang sama dengan yang diputuskan Bulan. "Kamu nggak pesan makanan..??" tawar Bulan. Bayu geleng-geleng. "Masih lumayan kenyang. Barusan makan siang rada telat," jawabannya, sekalian menempatkan ranselnya pada meja. Matanya kemudian malahan repot mempelajari wanita di depannya di atas ke bawah, sembari tersenyum nakal. "Lain kau saat ini," tuturnya. Terkekeh Bulan mendengarkannya. "Mengapa..?? Kelihatan kurusan serta lebih elok..??" jawabannya yang di ikuti derai tawa cepat. Bayu lantas turut terpingkal-pingkal. "Awalan yang bagus mulai penuturan", pikirkan Bulan. Keadaan yang pada awalnya disangkanya akan kaku sebab udah demikian lama dia gak bersua dengan suami sobat karibnya ini, nyatanya tidak terjadi. Telah 3 tahun lebih kalaupun tidak salah, mulai sejak Mega bawa Bayu ke tempat tinggalnya, membawa undangan perkawinan mereka waktu tersebut. Lumrah, bila Bulan awalnya sempat risau apa yang diarahkan kepadanya selanjutnya tidak berhasil. "Akan lancar kayaknya misiku," kata Bulan dalam hati. Tetapi estimasinya salah. Sulit benar memberi keyakinan lelaki itu untuk terima istrinya kembali. Diakuinya semuanya perilaku serta penyesalan yang dimunculkan istrinya itu cuma kepalsuan sekejap yang bakal balik lagi waktu wanita yang udah memberikan satu anak itu kepayahan memanfaatkan kedoknya. Hohoo.., mengetahui benar Bulan akan hati tersebut. Tidak jauh lebih bagus dari yang dia alami. Hidup dalam kepalsuan yang lebih kurang sama, pembelotan-pengkhianatan serta uji-coba sejumlah mimpi dalam keterkurungan sebuah sangkar besi yang disebut perkawinan, selesai secara dibongkarnya tujuan dan maksud Surya menikah dengannya dulu yang sebelumnya tidak pernah terlintas olehnya, setelah itu tersadarkan sudah buang demikian belas tahun penuh pengorbanan tanpa ada sempat ada perhitungan. Pembelotan paling menyakitkan yang sebelumnya pernah ada, disaat kelanjutannnya Bulan tahu kalau kemunculan dirinya sendiri nyatanya dipandang sekedar materi saja. Mungkin lebih bagus untuknya lihat Surya berselingkuh dengan 1000 wanita, ketimbang selesai demikian lama dianya anyar terbuka matanya jika Surya menyandingnya sebagai istri karena hanya harta. Ingat itu, saat itu juga kaya ada yang lepas sumbatannya. Narasi gelap dari lubuk hati Bulan lantas seperti banjir besar, tumpah membeludak disertai isak tangis yang tidak terhalang kembali, tidak dapat diredam. Kelamaan seluruh kepahitan itu dia taruh sendiri, tanpa awalnya pernah dia untuk barang sedikit di siapa saja, meski cuma sekedar utk membantu pikiran. Sudah tidak diingatnya kembali pekerjaan yang dipikulnya, tersembunyi oleh himpitan beban yang menggerus ketahanan psikisnya. Waktu itu, yang tinggal semata-mata dianya sendiri dan air mata. Memandang panorama nelangsa di muka matanya, tangan kasar lelaki itu juga spontan memegang tangan Bulan yang sedikit gemetaran, mengendalikan emosi. "Biarlah..sabar saja," kata Bayu, coba melipur. Hmm.., betul-betul apa yang bisa Bulan melakukan disamping itu..??
Menangis hanya pelepasan sebentar untuk buang beban. Buat beberapa butiran air mata itu menjadi beberapa tiang pembangun kebolehan dianya sendiri buat bangun dari kejatuhan. Tidak untuk mempertunjukkan kekurangan. Termenung ke-2 nya kemudian dalam sepi. Repot dengan pemikirannya semasing. Lantas mata mereka lantas sama-sama beradu. Keduanya mengetahui apa yang dimau, meskipun tanpa ada suara. Cuman bahasa badan mereka yang sama sama berbicara. "Yok," mengajak Bayu. Tak harus banyak kata, mereka juga keluar café itu, cari sebuah tempat pelepasan. Puaskan semua kemarahan, kepahitan, cidera serta ketercampakan. 2 orang dewasa dalam sebuah nasib. Beradu alirkan elemen negatif. Mengamuk rasa dalam gelora sejenak tanpa ada cinta. Sisakan peluh penuh kesenangan dalam pelukan dosa. "Maafkan saya, kawan..", tutur Bulan lirih, dalam tertelanjangan yang masih tetap tersisa dekapan hangat Bayu di badannya. Nyenyak terpulas berakhir nafsunya tergerai. Tidak perduli ada hasrat yang tetap masih menggantung tanpa penuntasan. Suatu yang sangat biasa Bulan terima dalam pendaman sedih. Kesepihakan. Dan ketakacuhan untuk sesuatu yang ia alami. ***** 8 bulan lantas Bulan capek terperdaya dalam dusta. Tidak bisa kembali dia mencegah. Benar-benar tidak harus diobral, tapi iapun gak ingin kembali simpan. Berat beban untuknya, meski diakuinya kalau yang mengetahui cuman dia, Bayu dan Tuhan. Memang, belasan tahun lalu Mega awalnya pernah kerjakan hal yang serupa pada dianya sendiri. Sembunyi-sembunyi ada berada di belakangnya merajut jalinan dengan Guntur, lelaki yang dahulu dia harap dapat mejadi dermaga terakhir kalinya. Akan tetapi untuk Tuhan, apa yang dia melakukan secara Bara benar-benar bukan selaku pembalasan, namun lantaran terjatuhnya Bulan dalam ketidakmengertian. Ketidaktahuan akan pelampiasan hasrat sebentar yang di ujungnya amat dia sesali. Dikirimkannya sebuah pesan berisi pernyataan terhadap Mega. Siap diterimanya caci-maki dan kritikan dengan luas dada. Terima getah dari nangka yang persis sama sekali gak manis tetapi terburu rakus dimakannya sampai habis gak bersisa. Betul saja, balasan pesan itu diterimanya cuman dalam perhitungan detik, dengan beberapa huruf kapital. Singkat, akan tetapi padat arti. "DASAR PELACUR..!! PENGKHIANAT..!!", itu yang terpasang di monitor telephone genggamnya. Dari Mega. Bulan cuma tersenyum, sadar gelar itu patut buatnya. Ya, dia merupakan pembelot dengan nurani mati, berdarah dingin. Pelacur jahanam, meskipun tiada sempat ada bayaran..